Cermat Berkata Acuh dan Geming

Oleh : Emiyati, S.S.

 Kunci  utama pembentuk tulisan adalah kata. Kata sebagai unsur bahasa, tidak dapat dipergunakan dengan sewenang-wenang, tetapi harus mengikuti kaidah-kaidah yang benar.

Kata harus dipahami dengan baik, agar ide dan pesan seseorang mudah dimengerti. Kesalahan atau kekeliruan dalam berbahasa jamak terjadi dan tanpa disadari menjadi kebiasaan kita yang telah berlarut larut.

Komunikasi akan berjalan efektif  jika tulisan atau pembicaraan kita menimbulkan gagasan yang sama pada imajinasi pembaca atau pendengar, seperti yang dirasakan atau dipikirkan oleh penulis atau penutur. Kata yang kita gunakan sudah  tepat atau belum, bisa dilihat dari reaksi orang yang menerima pesan kita, baik yang disampaikan secara lisan maupun tulisan. Reaksinya bermacam-macam, baik berupa reaksi verbal, maupun reaksi nonverbal seperti mengeluarkan tindakan atau perilaku yang sesuai dengan yang kita ucapkan.

Kekeliruan penggunaan kata dalam berbahasa Indonesia sering kali kita jumpai dalam kehidupan  sehari-hari. Fatalnya, kekeliruan tidak hanya dilakukan oleh   orang awam saja, tetapi juga dilakukan oleh para pejabat bahkan para akademisi. Akibatnya, orang awam yang hanya mendengar apa yang disampaikan baik melalui media masa maupun mendengar secara langsung, mengadopsi kata-kata tersebut yang dianggapnya benar. Salah kaprah ini semakin meluas dan dianggap sesuatu yang benar. Kekeliruan pemaknaan kata juga dapat terjadi karena kurangnya kosa kata si penerima pesan. Ketidakpahaman terhadap makna kata dapat menimbulkan salah tafsir bahkan perselisihan.

Kata-kata yang mempunyai tingkat kekeliruan dengan frekuensi tinggi  dalam berkomunikasi diantaranya kata acuh dan bergeming. Kedua kata kerap digunakan dengan tidak tepat karena ketiaktahuan maknanya. Sekedar ilustrasi, ketika dua orang bertemu,  sebenarnya mereka saling mengenal, tetapi salah satu diantara mereka tidak memedulikan yang lain. Komentar yang acap kita dengar adalah ’orang itu sangat acuh.’  Bahkan tidak jarang, orang sering menuduh temannya yang tidak mau menegur atau tidak peduli dengan istilah acuh juga.

Ilustrasi kedua adalah ketika menyebut orang yang duduk diam  tidak mau diganggu, kita menyebutnya ‘diam tak bergeming.’ Penggunaan kata bergeming dalam dunia sastra baik prosa maupun sajak juga sering  mengalami kekeliruan yang tidak disadari. Untuk menyangatkan maksud, menandaskan makna, kata diam seolah tak dapat dipisahkan dengan kata bergeming. Marilah kita cermati kata acuh dan bergeming dengan menganalisis secara leksikal.

Kata acuh dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti : peduli, mengindahkan. Kata geming/bergeming mempunyai makna : diam saja, tidak bergerak sedikit jua. Acuh yang sebenarnya mempunyai makna positif ‘peduli’, ‘perhatian’, selama ini digunakan untuk menyatakan perasaan yang sebaliknya atau bernada negatif.

Perhatikan contoh kalimat berikut ini !

1). Pemerintah sangat mengacuhkan masyarakat miskin dengan memberikan BLSM. 2). Rafi setiap hari mengacuhkan adik-adiknya. 3).Mengapa Fida sekarang menjadi acuh terhadap adiknya,Shafy? 4).Suami istri itu sudah lama tidak mengacuhkan.5). Dia hanya terpaku, diam tak bergeming. 6).Sudah dua jam, anak itu tetap tak bergeming di tempat duduknya. 7)Manusia laba-laba itu tak bergeming ketika orang-orang memanggil namanya. 8).Pencuri itu tak bergeming ketika diperiksa oleh polisi.

Makna kata acuh pada kalimat (1) sangat memerhatikan  (2)  sangat (3) lebih perhatian t (4) tidak memedulikan. Sebagian orang justru memaknai kalimat-kalimat di atas dengan makna yang berkebalikan. Kalimat (1) oleh beberapa orang justru dianggap pemerintah bersikap apatis, tidak perhatian kepada masyarakat miskin. Kalimat (2) dimaknai dengan sikap Rafi yang masa bodoh terhadap adik-adiknya. Kalimat (3), menganggap perubahan yang terjadi pada diri subjek yaitu Fida adalah perubahan negatif, tidak peduli terhadap adiknya. Sedangkan  kalimat (4) sering  diterjemahkan sebagai ‘suami istri yang sudah rukun, sudah tidak saling cuek, karena selama ini orang mengidentikkan kata acuh dengan kata cuek.

Kalimat (5),(6),(7), dan (8) maksudnya adalah subjek (dia, anak, manusia laba-laba, dan pencuri) diam, tidak bereaksi, tetapi penggunaan kata tak sebelum kata bergeming membuat makna menjadi berubah. Penutur menggunakan kata diam tak bergeming pada kalimat (5) , maksudnya untuk menandaskan bahwa ‘dia’ terpaku ditempatnya. Kalimat (6) yang dimaksud adalah selama dua jam, ‘anak itu, tidak beranjak dari tempat duduknya. Kalimat (7) hendak menginformasikan bahwa manusia laba-laba tidak peduli dengan panggilan orang-orang. Sedangkan kalimat (8), menyangatkan maksud bahwa pencuri belum mau membuka mulutnya atau tetap diam saat diperiksa oleh polisi.

Contoh-contoh  kalimat tersebut  menunjukkan bahwa apa yang ingin disampaikan oleh penutur, ternyata dapat berbalik makna dikarenakan kesalahan penggunaan kata. Fatalnya, kekeliruan ini telah menjadi kekeliruan masal atau salah kaprah. Sudah salah tetapi tetap digunakan.

            Penyebab kesalahan pemahaman makna kata diantaranya; kurangnya kosa kata  yang dimiliki, kesalahan atau kekeliruan penggunaan kata yang berulang-ulang, hanya meniru tuturan , dan ketidaktahuan atas kesalahan yang dilakukan pengguna bahasa itu sendiri.

Cara  mudah memilih kata-kata yang tepat dapat dilakukan dengan 1). Menghindari kata-kata ciptaan sendiri atau mengutip kata-kata orang terkenal yang belum kita ketahui maknanya. 2) Kita harus memperhatikan perubahan makna yang terjadi pada kata-kata yang sudah dikenal dan mencermati betul makna yang terkandung di dalam kalimat yang kita baca atau dengar. 3) Berhati-hati dalam menggunaan kata-kata agar tidak terjadi salah pemahaman dengan apa yang kita sampaikan.(Emiyati,S.S. Penulis adalah guru mata pelajaran Bahasa Indonesia di SMP N 3 Bukateja)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *